Cari Blog Ini

Rabu, 10 Maret 2010


waja sampai ka puting

buku teks

Definisi Buku Pelajaran
Buku dalam arti luas mencakup semua tulisan dan gambar yang ditulis dan dilukiskan atas segala macam lembaran papyrus, lontar, perkamen dan kertas dengan segala bentuknya: berupa gulungan, di lubangi dan diikat dengan atau dijilid muka belakangnya dengan kulit, kain, karton dan kayu. (Ensiklopedi Indonesia (1980, hlm. 538))

H.G. Andriese dkk menyebutkan buku merupakan “informasi tercetak di atas kertas yang dijilid menjadi satu kesatuan”.

Unesco pada tahun 1964, dalam H.G. Andriese dkk. Memberikan pengertian buku sebagai “Publikasi tercetak, bukan berkala, yang sedikitnya sebanyak 48 halaman”.

Sesuai dengan empat definisi buku di atas, maka buku diartikan sebagai kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi dengan jumlah halaman paling sedikit 48 halaman yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan.

Definisi buku pelajaran atau buku teks pelajaran menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 11 Tahun 2005 :

Buku pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.

Menurut Hartiadi Budi Santoso dari Deloitte Tax Solutions, buku pelajaran umum adalah buku-buku pelajaran pokok dan penunjang yang digunakan oleh TK, SD, SMP, SMU, universitas yang mendukung kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Labels: Teknologi dan Pembelajaran
Jumat, 27 Maret 2009
Pengertian Buku Teks
pengertian buku teks pelajaran adalah ”buku acuan wajib” yang digunakan di sekolah, memuat materi pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan k Persoalannya sekarang, kata “dapat menggunakan” di dalam Permen mengindikasikan bahwa Depdiknas tidak tegas dalam ‘memerintahkan’ para guru untuk menyiapkan bahan ajar mereka sendiri, atau setidaknya, memperkaya buku teks yang mereka pakai di kelas dengan buku-buku atau sumber-sumber yang lain.
Oleh karena itu, jika belum mampu mengembangkan bahan ajar sendiri, atau kebijakan sekolah kebetulan mengharuskan guru untuk memberlakukan satu buku teks bagi siswa-siswanya, maka disarankan berikut ini beberapa hal yang patut dipertimbangkan guru atau sekolah terkait bagaimana memilih buku teks, yaitu: (1) harga buku, (2) ketersediaan buku di pasaran, (3) desain dan tata wajah buku, (4) metodologi pembelajaran yang dipakai, (5) keterampilan bahasa, (6) urut-urutan silabus, (7) topik-topik yang dipilih, (8) buku mengandung atau tidak unsur diskriminasi terkait SARA atau jender, dan (9) ketersediaan dan kualitas buku panduan guru (teacher’s guide).
Ada yang mengatakan bahwa “buku teks adalah rekaman pikiran rasial yang disusun buat maksud-maksud dan tujuan-tujuan intruksional” (Hall-Quest, 1915).
Ahli yang lain menjelaskan bahwa “buku teks adalah buku standar/buku setiap cabang khusus studi” dan dapat terdiri dari dua tipe yaitu buku pokok/utama dan suplemen/tambahan (Lange, 1940).
Lebih terperinci lagi, ada ahli yang mengemukakan bahwa “buku teks adalah buku yang dirancang buat pengguanaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau ahli dalam bidang itu dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi” (Bacon, 1935)
Dan ahli yang lain lagi mengutarakan bahwa “buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan diperguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran dalam pengertian modern dan yang umum dipahami (Buckingham, 1958 : 1523)”.
Dari Telaah Buku Teks, Tarigan & Tarigan, 1986.
Buku Teks
Buku teks atau buku pelajaran berisi informasi tentang ilmu pengetahuan atau pelajaran tertentu, mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Buku teks ini termasuk dalam golongan nonfiksi. Buku teks sering dipergunakan oleh para ilmuwan untuk meyebarkan hasil penelitian atau penemuan mereka.
buku teks pelajaran merupakan buku yang dipakai untuk memelajari atau mendalami suatu subjek pengetahuan dan ilmu serta teknologi atau suatu bidang studi, sehingga mengandung penyajian asas-asas tentang subjek tersebut, termasuk karya kepanditaan (scholarly, literary) terkait subjek yang bersangkutan.
Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak
teks = tulisan
buku = kumpulan lembaran-lembaran (tidak harus kertas, yang jelas lembaran) yang dijilid menjadi satu judul
pelajaran = sangkut paut materi pembelajaran di sekolah
buku teks pelajaran adalah buku yang berisi kumpulan lembaran-lembaran kertas yang berisi tulisan sehingga dapat digunakan sebagai acuman pembelajaran materi di sekolah
Penulisan Buku Teks
Buku teks merupakan terbitan berisi bidang atau ilmu pengetahuan tertentu
yang ditulis oleh seseorang atau lebih atas nama pribadi atau lembaga dengan
sistematis yang jumlah halamannya minimal 48 halaman. Terbitan ini biasanya
digunakan sebagai bahan ajar pada sekolah, perkuliahan, atau pelatihan-pelatihan dan
dapat dipelajari sendiri.
Produksi buku kita belum seperti yang diharapkan meskipun telah lahir jutaan
sarjana dalam berbagai bidang. Kualitas dan kuantitas buku kita masih menduduki
ranking bawah bila dibanding dengan produksi buku-buku di Asean, apalagi bila
dibanding dengan negara-negara maju.
MAKALAH
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Kependidikan











Dosen pembimbing :
Ellyn Normelani, S.Pd



Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Ahmadi A1A508252
2. M. Amien Wasthony A1A508286
3. Mulyanto A1A508218
4. Nor Fajeri A1A508292
5. Suseto Pranoto A1A508294




PROGRAM STUDI GEOGRAFI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2010

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang “ SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN “tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw beserta para keluarga, sahabat serta para pengikut beliau dari dulu sekarang hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi Tugas mata kuliah Profesi Kependidikan. Diharapkan dengan tersusunnya makalah ini dapat menyelesaikan berbagai macam masalah mengenai profesi guru. Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan penulis secara pribadi.
Kami selaku penulis banyak masih merasa dan demi terwujudnya kesempurnaan makalah ini maka kami pihak penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun kearah kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, Maret 2010

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN 2
A. Pengertian 2
B. Sasaran Sikap Profesional 2
C. Pengembangan Sikap Profesional 12

BAB III PENUTUP
Kesimpulan ..14
DAFTAR PUSTAKA ..15






BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian, menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semi profesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
Semakin dituntutnya profesionalitas seorang guru, maka guru sebagai tenaga pengajar dan pemberi informasi kepada siswanya tentu harus mengetahui bagaimana seorang guru yang professional itu.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian guru yang professional?
2. Bagaimana seorang guru yang professional?
3. Apa sasaran sikap professional ?
4. Bagaimana pengembangan sikap professional ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Memberikan informasi tentang sikap professional guru.
2. Mengetahui sasaran sikap professional.
3. Mengetahui pengembangan sikap professional.


BAB II
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
A. Pengertian
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukakan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihan bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut ditaladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberikan arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat,tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan profesinnya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tengkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannyan, yakni sikap profesional keguruan terhadap: (1) Peraturan perundang-undangan, (2) Organisasi profesi, (3) Teman sejawat, (4) Anak didik, (5) Tempat kerja, (6) Pemimpin, Dan (7) Pekerjaan.

B. Sasaran Sikap Profesional
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan “ (PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di indonesia, Departemen dan Kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan aparatnya, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar,peningkatan mutu pendidikan, pembenahan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk ketentuan-kententuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan pemerintah ini selanjutnya dijabarkan kedalam program-program umum pendidikan
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segal peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang di keluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen yang lain dalm rangka pembinaan pendidakan di negara kita. Sebagi contoh, peraturan tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu,pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru,penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
Untuk menjaga agar guru indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, ‘Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tetentu dalm dasar kesembilan dari kode etik guru. Dasar ini menunjukan bahwa guru bahwa indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru indonesia tidak mendapat pengaruh negatif dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan demikian, setiap guru indonesia wajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijaksanaan danperaturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan didaerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia.
2. Sikap Terhadap Organesasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menujukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesisebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukanpembinaan, agar lebih berdaya guna dan berguna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, di mana unsur pembentukannya adalah guru-guru. Oleh karena itu,guru harus bertindak dengan sesuai tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina mengawasi para anggotanya. Siapakah yang dimaksud dengan organisasi itu? Jelas yang dimaksud bukanlah hanya ketua, atau beberapa orang pengurus tertentu saja,tetapi yang dimaksud dengan organisasi disi adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat perlangkapannya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh karena itu, semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan wakil-wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah didelegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukan tendakan pembinaan sikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotannya. Dan mereka pula yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian waktu untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau sebagai anggota biasa, wajib berpatisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
Dalam dasar keenam dari kode etik ini dengan gamblang juga dituliskan, bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi, kalau tidak anggota profesi itu sendiri, yang akan mengangkat martabat suatu profesi serta meningkatkan mutunya.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat di lakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi banding, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegiataan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga di lakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Usaha meningkatkan dan pengembangan mutu profesi dapat di lakukan dengan cara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat di lakukan secara bersama. Lamanya program peningkatan pembinaan itu pun beragam sesuai dengan yang di perlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi guru dapat di lakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya. Di samping itu, secara informal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media ( surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain ) atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat pula di rencanakan dan di lakukan secara bersama atau berkelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat berupa penataran, lokakarya, seminar, simposium, atau bahkan kuliah di suatu lembaga pendidikan yang di atur secara tersendiri. Misalnya program penyetaraan D-2 guru-guru sekolah dasar, dan program penyetaraan D-3 guru-guru SLTP, adalah contoh-contoh kegiatan berkelompok yang di atur tersendiri.
3. Sikap terhadap teman sejawat
Dalam ayat 7 kode Etik Guru di sebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”. Ini berarti bahwa : (1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara smangat kekeluargaan dan kesetiakawanan ssosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonisperlu di ciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat di lihat dari 2 segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal adalah hubungan yang perlu di lakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan, sedangkan hubungan kekeluargaan adalah hubungan persaudaraan yang perlu di lakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menanjung tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
a. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti yang kita ketahui, dalam setiap sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa guru di tambah beberapa orang personal sekolah lainnya sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan banyakbergantung kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, Semua personel sekolah ini harus dapat menciptakan hubungan baik dengan anak didik di sekolah tersebut.
Sikap profesional lain yangperlu di tumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain ( Hermawan, 1979 ). Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimana pun kecilnya jumlah manusia akan terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar, tentram, dan harmonis. Jika di antara mereka tumbuh sikap saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengan lainnya.
Adalah kebiasaan kita pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap kurang sungguh-sungguh da kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan di antara sesama kita. Hal ini tidak boleh terjadi karena kalau di ketahui oleh murid ataupun orang tua murid, apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah. Hal ini juga dapat mendatangkan pengaruh yang negatif kepada anak didik. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang berlarut-larut, kita perlusaling memaaf-maafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan aparatur di sekolah.

b. Hubungan Guru berdasarkan lingkungan keseluruhan
Kalau kita ambil sebagai contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah dokter yang di ucapkan pada upacara pelantikkan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memerlukan teman sejawatnya sebagai saudara, yang mana wajib membantu dalam kesukaraan, saling mendorong kemajuan dalam bidang profesinya, dan saling menghormati hasil-hasil karyanya. Meraka saling memberitahukan penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan profesinya.
Sebagai saudara mereka berkewajiban saling mengoreksi dan saling menegur, jika terdapat kesalahan-kesalahan atau penyimpangan yang dapat merugikan profesinya. Meskipun dalam praktiknya besar keminkinan tidak semua anggota profesi dokter itu melaksanakan apa yang di ucapkannya dalam sumpahnya, tetapi setidak-tidaknya sudah ada norma-norma yang mengatur dan mengawasi penampilan profesi itu.
Sekarang apa yang terjadi pada profesi kita, profesi keguruan.!!! Dalam hal ini kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi kita masih perlu di tumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi kedokteran.
Uraian ini di maksudkan sebagai perbandingan untuk di jadikan bahan dalam meningkatkan hubungan guru dengan guru sebagai anggota profesi keguruan dala hubungan keseluruhan.
4. Sikap terhadap anak didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas di tuliskan bahwa : Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus di pahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni : tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukkan manusia indonesia seutuhnya.
UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional, yakni : manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang di kemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem Amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksakannya menurut kehendak sang pendidik. Motto tut wuri handayani sekarang telah di ambil menjadi motto dari Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etikini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh probadi peserta didik. Baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini di maksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu enghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa. Peserta didik tidak dapat di pandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.
5. Sikap terhadap tempat kerja
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini di sadari oleh kita semua, namun dalam menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus di perhatikan, yaitu : (a) guru sendiri, (b) hubungan masyarakat dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga di tuliskan dalam salah satu butir dari kode etik yang berbunyi : “Guru mrnciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus aktif mngusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, maupun dengan cara penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasinkelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang di perlukan.
Suasana yang harmonis di sekolah tidak akan terjadi apabila personil yang terlibat di dalamnya, yaitu : Kepala sekolah, gurru, staf administrasi dan siswa, tidak menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasana kerja memang harus di lengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini di maksudkan untuk membina peran dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, di mana peserta didik berada di sekolah dan di awasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktu justru di gunakan peserta didik di luar sekolah, yakni di rumah dan di masyarakatsekitar, Oleh sebab itu, amatlah beralasan orang tua dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan di luar ini terjalin dengan baik dengan apa yang di lakukan oleh guru di sekolah di perlukan kerja sama yang baik antara guru, orang tua dan masyarakat sekitar.
Dalam menjalin kerjasama dengan oragtua dan masyarakat, sekolh dapat mengambil prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orangtua sewaktu pengambilan rapor, mengadakan kegiatn-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah.
Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitar ini merupakan isi dari butir ke lima kode etik Guru Indonesia.
6. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar ( Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ) guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah,sampai ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai ke menteri pendidikan dan kebudayaan.
Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu di tuntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang di tuntut pemimpin tersebut diberikan berapa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunujuk yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat di berikan dalam bentuk usulan dan malahan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dpat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang telah disepakati, baik sekolah maupun di luar sekolah.
7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan kecil. Barang kali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu. Namun bila seorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia di tuntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar kariernya berhasil baik, ia commited dengan pekerjaannya. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya.
Agar dapat memberikan layananan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikn kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan orang tua. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya di pengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenanya, guru selalu di tuntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir yang ke enam dalam kode etik Guru Indonesia yang berbunyi : guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu /dan martabat profesinya. Guru sebagai mana juga profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilanya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukan secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan kemampuannya.

C. Pengembangan Sikap Profesional
Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas ( dalam jabatan ).
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang di perlukan dalam pekerjaan nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatan selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan ( by-product ) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil samping dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan . Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus. Penghayatan dan Pengalaman Pancasila ( P4 ) yang diberikan kepada seluruh siswa sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila caoln guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televise, radio, Koran dan majalah maupun publikasi lainnnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional keguruan.

BAB III
Kesimpulan

Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin, dan pekerjaan.
Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam bersikap guru selalu mengadakan pembaharuan dengan tuntutan tugasnya.




DAFTAR PUSTAKA

Soetjipto, Prof; M.Sc, Kosasi, Raflis, Drs. 2002. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta