Cari Blog Ini

Minggu, 05 Desember 2010

Bentuk Pemerintahan

Sistem Pemerintahan

(Presidensial, Parlementer dan Campuran)

Siapa pelaksana kekuasaan negara dapat dikaitkan dengan negara

Monarki dan Negara Republik. Secara konseptual, jabatan Presiden

dipertalikan dengan negara republic, sedangkan raja dipertalikan dengan

negara kerajaan. Duguit membedakan antara republik dan monarchie

berdasarkan bagaimana kepala negara diangkat. Jika seorang kepala

negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk

pemerintahan disebut monarchie pelaksana kekuasaan negara disebut

raja sedangkan jika kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum

untuk masa jabatan tertentu maka negaranya disebut republik pelaksana

kekuasaan negara disebut Presiden. Jika keberadaan Presiden berkaitan

dengan bentuk Pemerintahan maka kekuasaan Presiden dipengaruhi

dengan sistim pemerintahan. Pada sistem pemerintahan biasanya

dibahas pula dalam hal hubungannya dengan bentuk dan struktur

organisasi negara dengan penekanan pembahasan mengenai fungsifungsi

badan eksekutif dalam hubungannya dengan badan legislatif.

Secara umum sistim pemerintahan terbagi atas tiga bentuk yakni sistim

pemerintahan Presidensil, parlementer dan campuran yang kadangkadang

disebut “kuasi Presidensil” atau “kuasi parlementer”.

Sistem pemerintahan parlementer terbentuk karena pergeseran

sejarah hegemonia kerajaan. Pergeseran tersebut seringkali dijelaskan

kedalam tiga fase peralihan, meskipun perubahan dari fase ke fase yang

lain tidak selalu tampak jelas. Pertama, pada mulanya pemerintahan

dipimpin oleh seorang raja yang bertanggung jawab atas seluruh sistem

politik atau sistem ketatanegaraan. Kedua, Kemudian muncul sebuah

majelis dengan anggota yang menetang hegemoni raja. Ketiga, mejalis

mengambil ahli tanggung jawab atas pemerintahan dengan bertindak

sebagai parlemen maka raja kehilangan sebagian besar kekuasaan

tradisionalnya. Oleh sebab itu keberadaan sistem parlementer tidaklah

lepas dari perkembangan sejarah negara kerajaan seperti Inggris, Belgia

dan sewedia.

Ciri umum pemerintahan parlementer sebagaimana dijelaskan S.L

Witman dan J.J Wuest, yakni:

1. It is based upon the diffusions of powers principle.

2. There is mutual responsibility between the the executive and the

legislature; hance the executive may dissolve the ligislature or he must

resign together with the rest of the cabinet whent his policies or no

longer accepted by the majority of the membership in the legislature.

3. There is also mutual responsibility between the executive and the

cabinet.

4. The executive (Prime Minister, Premier, or Chancellor) is chosen by yhe

titular head of the State (Monarch or Presiden), accorfing to the support

of majority in the legislature.

Sistem PARLEMENTER, ciri utamanya adalah:

1. Perdana Menteri diangkat oleh Parlemen, artinya legitimasi

pemerintahan

datangnya dari parlemen,

2. Program yang ditawarkan (dijual) dalam pemilu adalah program

partai,

3. Program Pemerintah adalah program partai pemenang pemilu,

4. Dalam Pemilu rakyat memilih partai (Beberapa negara yang dipilih

gambar Calon Anggota DPR, tapi yang dijual oleh calon anggota DPR

tetap yaitu program partai),

Maka Ketua Partai otomatis calon Perdana Menteri, Karena yang

dipercaya rakyat adalah partai, maka partai lah yang membentuk

kabinet (pemerintahan), Sehingga disana dikenal istilah partai

pemerintah, dan partai yang tidak duduk dalam pemerintah disebut

partai oposisi, Perdana Menteri setiap saat bisa jatuh karena alasan

politik, yaitu ketika dukungan di parlemen tidak lagi mayoritas. Untuk

terwujudnya "Chek and Balance" maka anggota DPR pun setiap saat juga

bisa dicopot ditengah jalan dengan alasan politik. Kewenang partai dalam

mencopot anggota karena dalam pemilu yang dipercaya (yang dicoblos)

oleh rakyat adalah partai, DPR adalah wakil partai maka dalam DPR ada

lembaga Fraksi, Posisi Partai kuat, karena ia membuat program,

menyusun kabinet dan memilih pejabat –pejabat politis lainnya,

Pemerintah dibentuk setelah pemilu DPR. Bila di parlemen tidak

mayoritas tunggal (50% + 1), maka partai pemenang terbesar berkoalisi

dengan partai lain, maka cabinet yang dibentuk disebut cabinet koalisi.

Selain itu Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa dalam sistem

parlementer dapat dikemukakan enam ciri, yaitu: Kabinet dibentuk dan

bertanggung jawab kepada parlement. Kabinet dibentuk sebagai satu

kesatuan dengan tanggung jawab kolektif dibawah Perdana Menteri.

Kabinet mempunyai hak konstitusional untuk membubarkan parlemen

sebelum periode bekerjanya berakhir. Setiap anggota kabinet adalah

anggota parlement yang terpilih. Kepala pemerintahan (Perdana Menteri)

tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan hanya dipilih menjadi salah

seorang anggota parlement. Adanya pemisahan yang tegas antara

kepala negara dengan kepala pemerintahan.

Berdasarkan ciri-ciri sistem pemerintahan tersebut. Pada

hakekatnya kedua pendapat tersebut tidaklah berbeda, keduanya

memiliki persamaan. Dalam kaitannya dengan kedudukan Presiden

berdasarkan apa yang dijabarkan dalam ciri tersebut, kedudukan

Presiden hanya ditemukan pada sistem parlementer yang berbentuk

negara republik. Menurut S.L Witman dan J.J Wuest pada ciri yang

keempat dan Jimly Asshiddiqie Pada ciri yang keenam, kedudukan

Presiden hanyalah sebagai kepala negara sedangkan kepala

pemerintahan diemban oleh Perdana Menteri.

Pada sistem parlementer kedudukan Presiden hanya sebagai

kepala negara dimaksud bahwa Presiden hanya memiliki kedudukan

simbolik sebagai pemimpin yang mewakili segenap bangsa dan negara.

Di beberapa negara, kepala negara juga memiliki kedudukan seremonial

tertentu seperti pengukuhan, melantik dan mengambil sumpah Perdana

Menteri beserta para anggota kabinet, dan para pejabat tinggi lainnya,

mengesahkan undang-undang, mengangkat duta dan konsul, menerima

duta besar dan perwakilan negara-negara asing, memberikan grasi,

amnesti, abolisi dan rehalibitasi. Selain itu pada negara-negara yang

menganut sistem multi partai kepala negara dapat mempengaruhi

pemilihan calon Perdana Menteri.

Bagan Sistem Perintahan Parlementer

Sebagai mana dijelaskan di atas pada sistem pemerintahan

parlementer terdapat pemisahan antara kepala negara dengan kepala

pemerintahan. Hampir seluruh negara yang menganut sistem ini dapat

dipastikan seorang kepala pemerintahan dipilih dari keanggotaan

parlemen. Bagaimanakah cara pengisian jabatan kepala negara pada

sistem ini? Pada negara monarchi dapat dipastikan kepala negaranya

seorang raja menurut Duguit berdasarkan keturunan. Sedangkan pada

negara yang bebebentuk republik dimana kepala negaranya diemban

oleh Presiden pada setiap negara memiliki mekanisme yang berbedabeda

dan Presiden memiliki masa jabata yang telah ditentukan.

Pengisian jabatan Presiden pada negara republik pada sistem

parlementer di sebagian negara diatur di dalam konstitusi mereka.

Beberapa negara memilih secara langsung Presiden mereka, dipilih oleh

parlement atau oleh suatu badan pemilihan. Sedangkan untuk masa

jabatan Presiden sekitar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun.

Dalam pemerintahan Presidensial tidak ada pemisahan antara

fungsi kepala negara dan fungsi kepala pemerintahan, kedua fungsi

tersebut dijalankan oleh Presiden. Presiden pada sistem Presidensil dipilih

secara langsung oleh rakyat atau melalui badan pemilihan dan memiliki

masa jabatan yang ditentukan oleh konstitusi.

Menurut von Mettenheim dan Rockman sebagaimana dikutip Rod

hague dan Martin Harrop sistem Presidensil memiliki beberapa ciri yakni :

1. popular elections of the Presiden who directs the goverenment and

makes appointments to it.

2. fixed terms of offices for the Presiden and the assembly, neither or which

can be brought down by the other (to forestall arbitrary use of powers).

3. no overlaping in membership between the executive and the legislature.

Dalam keadaan normal, kepala pemerintahan dalam sistem

Presidensial tidak dapat dipaksa untuk mengundurkan diri oleh badan

legislatif (meskipun terdapat kemungkinan untuk memecat seorang

Presiden dengan proses pendakwaan luar biasa). Jika pada sistem

parlementer memiliki pemerintah/eksekutif kolektif atau kolegial maka

pada sistem Presidensial memiliki eksekutif nonkolegial (satu orang),

para anggota kabinet Presidensial hanya merupakan penasehat dan bawahan Presiden.

Menurut Duchacck perbedaan utama antara sistem Presidensil dan

parlementer pada pokoknya menyangkut empat hal, yaitu: terpisah

tidaknya kekuasaan seremonial dan politik (fusion of ceremonial and

political powers), terpisah tidaknya personalia legislatif dan eksekutif

(separation of legislatif and eksekutif personels), tinggi redahnya corak

kolektif dalam sistem pertanggungjawbannya (lack of collective

responsibility), dan pasti tidaknya jabatan Kepala Negara dan Kepala

Pemerintahan (fixed term of office).

Bagan Sistem Perintahan Presidensil

Sedangakan untuk sistem pemerintahan campuran memiliki corak

tersendiri yang juga dapat disebut sistem semi-presidensial. Sistem

pemerintahan campuran dapat diartikan:

Semi-Presidenial government combines an elected Presiden

performing political tasks with a prime minister who heads a cabinet

accountable to parliament. The prime minister, usually appointed by the

Presiden, is responsible for day-to-day domestic government (including

relations with the assembly) but the Presiden retains an oversight role,

responsibility for foreign affairs, and can usually take emergency powers.

Didalamnya ditentukan bahwa Presiden mengangkat para menteri

termasuk Perdana Menteri seperti sistem Presidensil, tetapi pada saat

yang sama Perdana Menteri juga diharuskan mendapat kepercayaan dari

parlemen seperti dalam sistem parlementer. Perdana Menteri pada

umumnya ditugaskan oleh Presiden, adalah bertanggung jawab untuk

pemerintah domestik sehari-hari tetapi memiliki tanggung jawab untuk

urusan luar negeri, dan dapat pada umumnya mengambil kuasa-kuasa

keadaan darurat.

Menurut Duverger sistem ini memiliki ciri, yakni :

1. The Presiden of the republic is elected by universal suffrage.

2. He possesses quite considerable powers.

3. He has opposite him, however, a prime minister and minister who

possess executive and governmental powers and can stay in office only

if the parliament does not show its oppositions to them.

Sistem PRESIDENSIAL, ciri utamanya:

1. Rakyat langsung memilih presiden artinya legitimasi presiden

(Pemerintah) langsung dari Rakyat, Program yang dijual dalam pemilu

bukan program partai, tapi program sang Capres,

2. Program pemerintah adalah program Capres pemenang pemilu yang

ditawarkan

saat kampanye,

3. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden tidak tergantung dari

besar

kecilnya dukungan DPR, karena legitimasi presiden bukan dari DPR, tapi

langsung dari rakyat.

4. Bila Presiden tergangu oleh DPR maka Presiden punya Hak veto

terhadap keputusan DPR (Disanalah maka dalam sistem presidensial

Pemerintah tidak terlibat dalam membuat UU) dan Presiden juga punya

hak bertanya langsung kepada rakyat (referendum).

Jadi pada sistem campuran ini kedudukan Presiden tidak hanya

sebagai serimonial saja, tetapi turut serta didalam pengurusan

pemerintahan, adanya pembagian otoritas didalam eksekutif.

Bagan Sistem Perintahan campuran.

Sejarah ketatanegaraan Indoenesia sejak berlakunya Undang-

Undang Dasar 1945 kemerdekaan, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar

Sementara 1950 sampai dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945,

Indonesia mengalami beberapa perubahan sistem pemerintahan.

Indonesia terus mencari suatu bentuk yang ideal. Kusnardi dan Harmaily

Ibrahim mengatakan bahwa Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar

1945 menganut sistim pemerintahan “quasi Presidensial”. Alasannya

karena dilihat dari sudut pertanggungjawaban Presiden kepada MPR,

sebagiman dikatakan lebih lanjut:

Jadi berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang

Dasar 1945, sistem pemerintahannya adalah Presidensil, karena Presiden

adalah eksekutif, sedangkan menteri-menteri adalah pembantu Presiden.

Dilihat dari sudut pertanggungan jawab Presiden kepada Majelis

Permusyawaratan Rakyat, maka berarti bahwa eksekutif dapat dijatuhkan

oleh lembaga negara lain – kepada siapa Presiden bertanggung jawab –

maka sistem pemerintahan di bawah Undang-Undang Dasar 1945 dapat

disebut “quasi Presidensil”

Kekuasaan Presiden di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum

perubahan yang dikatakan menganut sistim pemerintahan “quasi

Presidensial” memiliki tiga kekuasaan sebagai yakni, sebagai kepala

negara, sebagai kepala pemerintahan dan sebagai mendataris MPR.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 merubah sistem

pemerintahan Indonesia. Dengan perubahan ini Indonesia menganut

sistem pemerintahan Presidensil. Jika pada Undang-Undang Dasar 1945

sebelum perubahan memiliki kelemahan yakni cenderung sangat

‘executive hevy’ maka setelah perubahan hal ini tidak terwujud lagi,

perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menganut sistem

pemeritahan Presidensil yang dapat menjamin stabilitas pemerintah.

Dalam sistem pemerintahan Presidensil yang diadosi oleh Undang-

Undang Dasar 1945 menurut Jimly Asshiddiqie memiliki lima perinsip

penting, yaitu:

(1) Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi

penyelenggara kekuasaan esekutif negara yang tertinggi dibawah

Undang-Undang Dasar.

(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan

karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis

Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen, melainkan

bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilih.

(3) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan

pertanggungjawaban secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil

Presiden melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi.

(4) Para menteri adalah pembantu Presiden.

(5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam

sistem Presidensil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin

stabilitas pemerintah, ditentukan pula masa jabatan Presiden lima

tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa

jabatan. Kelima ciri tersebut merupakan ciri sistem pemerintahan

Presidensil yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan.