Sistem Pemerintahan
(Presidensial, Parlementer dan Campuran)
Siapa pelaksana kekuasaan negara dapat dikaitkan dengan negara
Monarki dan Negara Republik. Secara konseptual, jabatan Presiden
dipertalikan dengan negara republic, sedangkan raja dipertalikan dengan
negara kerajaan. Duguit membedakan antara republik dan monarchie
berdasarkan bagaimana kepala negara diangkat. Jika seorang kepala
negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk
pemerintahan disebut monarchie pelaksana kekuasaan negara disebut
raja sedangkan jika kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum
untuk masa jabatan tertentu maka negaranya disebut republik pelaksana
kekuasaan negara disebut Presiden. Jika keberadaan Presiden berkaitan
dengan bentuk Pemerintahan maka kekuasaan Presiden dipengaruhi
dengan sistim pemerintahan. Pada sistem pemerintahan biasanya
dibahas pula dalam hal hubungannya dengan bentuk dan struktur
organisasi negara dengan penekanan pembahasan mengenai fungsifungsi
badan eksekutif dalam hubungannya dengan badan legislatif.
Secara umum sistim pemerintahan terbagi atas tiga bentuk yakni sistim
pemerintahan Presidensil, parlementer dan campuran yang kadangkadang
disebut “kuasi Presidensil” atau “kuasi parlementer”.
Sistem pemerintahan parlementer terbentuk karena pergeseran
sejarah hegemonia kerajaan. Pergeseran tersebut seringkali dijelaskan
kedalam tiga fase peralihan, meskipun perubahan dari fase ke fase yang
lain tidak selalu tampak jelas. Pertama, pada mulanya pemerintahan
dipimpin oleh seorang raja yang bertanggung jawab atas seluruh sistem
politik atau sistem ketatanegaraan. Kedua, Kemudian muncul sebuah
majelis dengan anggota yang menetang hegemoni raja. Ketiga, mejalis
mengambil ahli tanggung jawab atas pemerintahan dengan bertindak
sebagai parlemen maka raja kehilangan sebagian besar kekuasaan
tradisionalnya. Oleh sebab itu keberadaan sistem parlementer tidaklah
lepas dari perkembangan sejarah negara kerajaan seperti Inggris, Belgia
dan sewedia.
Ciri umum pemerintahan parlementer sebagaimana dijelaskan S.L
Witman dan J.J Wuest, yakni:
1. It is based upon the diffusions of powers principle.
2. There is mutual responsibility between the the executive and the
legislature; hance the executive may dissolve the ligislature or he must
resign together with the rest of the cabinet whent his policies or no
longer accepted by the majority of the membership in the legislature.
3. There is also mutual responsibility between the executive and the
cabinet.
4. The executive (Prime Minister, Premier, or Chancellor) is chosen by yhe
titular head of the State (Monarch or Presiden), accorfing to the support
of majority in the legislature.
Sistem PARLEMENTER, ciri utamanya adalah:
1. Perdana Menteri diangkat oleh Parlemen, artinya legitimasi
pemerintahan
datangnya dari parlemen,
2. Program yang ditawarkan (dijual) dalam pemilu adalah program
partai,
3. Program Pemerintah adalah program partai pemenang pemilu,
4. Dalam Pemilu rakyat memilih partai (Beberapa negara yang dipilih
gambar Calon Anggota DPR, tapi yang dijual oleh calon anggota DPR
tetap yaitu program partai),
Maka Ketua Partai otomatis calon Perdana Menteri, Karena yang
dipercaya rakyat adalah partai, maka partai lah yang membentuk
kabinet (pemerintahan), Sehingga disana dikenal istilah partai
pemerintah, dan partai yang tidak duduk dalam pemerintah disebut
partai oposisi, Perdana Menteri setiap saat bisa jatuh karena alasan
politik, yaitu ketika dukungan di parlemen tidak lagi mayoritas. Untuk
terwujudnya "Chek and Balance" maka anggota DPR pun setiap saat juga
bisa dicopot ditengah jalan dengan alasan politik. Kewenang partai dalam
mencopot anggota karena dalam pemilu yang dipercaya (yang dicoblos)
oleh rakyat adalah partai, DPR adalah wakil partai maka dalam DPR ada
lembaga Fraksi, Posisi Partai kuat, karena ia membuat program,
menyusun kabinet dan memilih pejabat –pejabat politis lainnya,
Pemerintah dibentuk setelah pemilu DPR. Bila di parlemen tidak
mayoritas tunggal (50% + 1), maka partai pemenang terbesar berkoalisi
dengan partai lain, maka cabinet yang dibentuk disebut cabinet koalisi.
Selain itu Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa dalam sistem
parlementer dapat dikemukakan enam ciri, yaitu: Kabinet dibentuk dan
bertanggung jawab kepada parlement. Kabinet dibentuk sebagai satu
kesatuan dengan tanggung jawab kolektif dibawah Perdana Menteri.
Kabinet mempunyai hak konstitusional untuk membubarkan parlemen
sebelum periode bekerjanya berakhir. Setiap anggota kabinet adalah
anggota parlement yang terpilih. Kepala pemerintahan (Perdana Menteri)
tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan hanya dipilih menjadi salah
seorang anggota parlement. Adanya pemisahan yang tegas antara
kepala negara dengan kepala pemerintahan.
Berdasarkan ciri-ciri sistem pemerintahan tersebut. Pada
hakekatnya kedua pendapat tersebut tidaklah berbeda, keduanya
memiliki persamaan. Dalam kaitannya dengan kedudukan Presiden
berdasarkan apa yang dijabarkan dalam ciri tersebut, kedudukan
Presiden hanya ditemukan pada sistem parlementer yang berbentuk
negara republik. Menurut S.L Witman dan J.J Wuest pada ciri yang
keempat dan Jimly Asshiddiqie Pada ciri yang keenam, kedudukan
Presiden hanyalah sebagai kepala negara sedangkan kepala
pemerintahan diemban oleh Perdana Menteri.
Pada sistem parlementer kedudukan Presiden hanya sebagai
kepala negara dimaksud bahwa Presiden hanya memiliki kedudukan
simbolik sebagai pemimpin yang mewakili segenap bangsa dan negara.
Di beberapa negara, kepala negara juga memiliki kedudukan seremonial
tertentu seperti pengukuhan, melantik dan mengambil sumpah Perdana
Menteri beserta para anggota kabinet, dan para pejabat tinggi lainnya,
mengesahkan undang-undang, mengangkat duta dan konsul, menerima
duta besar dan perwakilan negara-negara asing, memberikan grasi,
amnesti, abolisi dan rehalibitasi. Selain itu pada negara-negara yang
menganut sistem multi partai kepala negara dapat mempengaruhi
pemilihan calon Perdana Menteri.
Bagan Sistem Perintahan Parlementer
Sebagai mana dijelaskan di atas pada sistem pemerintahan
parlementer terdapat pemisahan antara kepala negara dengan kepala
pemerintahan. Hampir seluruh negara yang menganut sistem ini dapat
dipastikan seorang kepala pemerintahan dipilih dari keanggotaan
parlemen. Bagaimanakah cara pengisian jabatan kepala negara pada
sistem ini? Pada negara monarchi dapat dipastikan kepala negaranya
seorang raja menurut Duguit berdasarkan keturunan. Sedangkan pada
negara yang bebebentuk republik dimana kepala negaranya diemban
oleh Presiden pada setiap negara memiliki mekanisme yang berbedabeda
dan Presiden memiliki masa jabata yang telah ditentukan.
Pengisian jabatan Presiden pada negara republik pada sistem
parlementer di sebagian negara diatur di dalam konstitusi mereka.
Beberapa negara memilih secara langsung Presiden mereka, dipilih oleh
parlement atau oleh suatu badan pemilihan. Sedangkan untuk masa
jabatan Presiden sekitar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun.
Dalam pemerintahan Presidensial tidak ada pemisahan antara
fungsi kepala negara dan fungsi kepala pemerintahan, kedua fungsi
tersebut dijalankan oleh Presiden. Presiden pada sistem Presidensil dipilih
secara langsung oleh rakyat atau melalui badan pemilihan dan memiliki
masa jabatan yang ditentukan oleh konstitusi.
Menurut von Mettenheim dan Rockman sebagaimana dikutip Rod
hague dan Martin Harrop sistem Presidensil memiliki beberapa ciri yakni :
1. popular elections of the Presiden who directs the goverenment and
makes appointments to it.
2. fixed terms of offices for the Presiden and the assembly, neither or which
can be brought down by the other (to forestall arbitrary use of powers).
3. no overlaping in membership between the executive and the legislature.
Dalam keadaan normal, kepala pemerintahan dalam sistem
Presidensial tidak dapat dipaksa untuk mengundurkan diri oleh badan
legislatif (meskipun terdapat kemungkinan untuk memecat seorang
Presiden dengan proses pendakwaan luar biasa). Jika pada sistem
parlementer memiliki pemerintah/eksekutif kolektif atau kolegial maka
pada sistem Presidensial memiliki eksekutif nonkolegial (satu orang),
para anggota kabinet Presidensial hanya merupakan penasehat dan bawahan Presiden.
Menurut Duchacck perbedaan utama antara sistem Presidensil dan
parlementer pada pokoknya menyangkut empat hal, yaitu: terpisah
tidaknya kekuasaan seremonial dan politik (fusion of ceremonial and
political powers), terpisah tidaknya personalia legislatif dan eksekutif
(separation of legislatif and eksekutif personels), tinggi redahnya corak
kolektif dalam sistem pertanggungjawbannya (lack of collective
responsibility), dan pasti tidaknya jabatan Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan (fixed term of office).
Bagan Sistem Perintahan Presidensil
Sedangakan untuk sistem pemerintahan campuran memiliki corak
tersendiri yang juga dapat disebut sistem semi-presidensial. Sistem
pemerintahan campuran dapat diartikan:
Semi-Presidenial government combines an elected Presiden
performing political tasks with a prime minister who heads a cabinet
accountable to parliament. The prime minister, usually appointed by the
Presiden, is responsible for day-to-day domestic government (including
relations with the assembly) but the Presiden retains an oversight role,
responsibility for foreign affairs, and can usually take emergency powers.
Didalamnya ditentukan bahwa Presiden mengangkat para menteri
termasuk Perdana Menteri seperti sistem Presidensil, tetapi pada saat
yang sama Perdana Menteri juga diharuskan mendapat kepercayaan dari
parlemen seperti dalam sistem parlementer. Perdana Menteri pada
umumnya ditugaskan oleh Presiden, adalah bertanggung jawab untuk
pemerintah domestik sehari-hari tetapi memiliki tanggung jawab untuk
urusan luar negeri, dan dapat pada umumnya mengambil kuasa-kuasa
keadaan darurat.
Menurut Duverger sistem ini memiliki ciri, yakni :
1. The Presiden of the republic is elected by universal suffrage.
2. He possesses quite considerable powers.
3. He has opposite him, however, a prime minister and minister who
possess executive and governmental powers and can stay in office only
if the parliament does not show its oppositions to them.
Sistem PRESIDENSIAL, ciri utamanya:
1. Rakyat langsung memilih presiden artinya legitimasi presiden
(Pemerintah) langsung dari Rakyat, Program yang dijual dalam pemilu
bukan program partai, tapi program sang Capres,
2. Program pemerintah adalah program Capres pemenang pemilu yang
ditawarkan
saat kampanye,
3. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden tidak tergantung dari
besar
kecilnya dukungan DPR, karena legitimasi presiden bukan dari DPR, tapi
langsung dari rakyat.
4. Bila Presiden tergangu oleh DPR maka Presiden punya Hak veto
terhadap keputusan DPR (Disanalah maka dalam sistem presidensial
Pemerintah tidak terlibat dalam membuat UU) dan Presiden juga punya
hak bertanya langsung kepada rakyat (referendum).
Jadi pada sistem campuran ini kedudukan Presiden tidak hanya
sebagai serimonial saja, tetapi turut serta didalam pengurusan
pemerintahan, adanya pembagian otoritas didalam eksekutif.
Bagan Sistem Perintahan campuran.
Sejarah ketatanegaraan Indoenesia sejak berlakunya Undang-
Undang Dasar 1945 kemerdekaan, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 sampai dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945,
Indonesia mengalami beberapa perubahan sistem pemerintahan.
Indonesia terus mencari suatu bentuk yang ideal. Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim mengatakan bahwa Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar
1945 menganut sistim pemerintahan “quasi Presidensial”. Alasannya
karena dilihat dari sudut pertanggungjawaban Presiden kepada MPR,
sebagiman dikatakan lebih lanjut:
Jadi berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang
Dasar 1945, sistem pemerintahannya adalah Presidensil, karena Presiden
adalah eksekutif, sedangkan menteri-menteri adalah pembantu Presiden.
Dilihat dari sudut pertanggungan jawab Presiden kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat, maka berarti bahwa eksekutif dapat dijatuhkan
oleh lembaga negara lain – kepada siapa Presiden bertanggung jawab –
maka sistem pemerintahan di bawah Undang-Undang Dasar 1945 dapat
disebut “quasi Presidensil”
Kekuasaan Presiden di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum
perubahan yang dikatakan menganut sistim pemerintahan “quasi
Presidensial” memiliki tiga kekuasaan sebagai yakni, sebagai kepala
negara, sebagai kepala pemerintahan dan sebagai mendataris MPR.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 merubah sistem
pemerintahan Indonesia. Dengan perubahan ini Indonesia menganut
sistem pemerintahan Presidensil. Jika pada Undang-Undang Dasar 1945
sebelum perubahan memiliki kelemahan yakni cenderung sangat
‘executive hevy’ maka setelah perubahan hal ini tidak terwujud lagi,
perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menganut sistem
pemeritahan Presidensil yang dapat menjamin stabilitas pemerintah.
Dalam sistem pemerintahan Presidensil yang diadosi oleh Undang-
Undang Dasar 1945 menurut Jimly Asshiddiqie memiliki lima perinsip
penting, yaitu:
(1) Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi
penyelenggara kekuasaan esekutif negara yang tertinggi dibawah
Undang-Undang Dasar.
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan
karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen, melainkan
bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilih.
(3) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan
pertanggungjawaban secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil
Presiden melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi.
(4) Para menteri adalah pembantu Presiden.
(5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam
sistem Presidensil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin
stabilitas pemerintah, ditentukan pula masa jabatan Presiden lima
tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa
jabatan. Kelima ciri tersebut merupakan ciri sistem pemerintahan
Presidensil yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar